Rabu, 10 Desember 2014

GEOLOGI UMUM




RANGKUMAN
MATERI MATAKULIAH GEOLOGI UMUM



TUGAS
Dibuat untuk memenuhi tugas rangkuman pembelajaran
matakuliah Geologi Umum yang dibina oleh Drs. Mustofa, M.Pd



oleh:
Ahmad Salimudin
NIM: 140721600658






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
November 2014




GEOLOGI UMUM

BAB I
PENGERTIAN GEOLOGI
Geologi berasal dari bahasa Yunani: geo yang artinya bumi dan logos yang berarti ilmu (Bailey: 1936). Jadi dari asal katanya geologi berarti ilmu yang mempelajari tentang bumi. Seacara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet bumi, termasuk komposisi, keterbentukan,  dan sejarahnya.
Hubunga geologi dengan geografi adalah geologi akan mempengaruhi geografinya. Geo dalam geografi lebih tepat diartikan sebagai world (dunia), sedangkan geo pada geologi lebih tepat diartikan sebagai earth (bumi). Dari hubungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa geografi memandang bumi sebagaimana yang ada, seolah-olah statis, sedangkan geologi memandang bumi selalu berubah (dinamis) sebagai akibat proses yang dialaminya.

BAB II
TEORI TERJADIYA BUMI
1.      TEORI KABUT (NEBULA)
Teori ini dikemukakan oleh Imanuel Kant (Jerman) dan Pierre Laplace (Astronom Perancis) pada tahun 1775. Dalam teori ini dikemukakan bahwa mula-mula ada awan debu panas yang berputar perlahan-lahan dan semakin cepat akibat pemampatan gravitasional. Karena rotasi yang semakin cepat maka gaya sentrifugal bertambah besar dan mendorong awan debu ke luar, sehingga terbentuk gelangan-gelangan awan debu yang mengitari pusatnya. Gelang-gelang awan ini kemudian saling tarik menarik membentuk planet-planet.
2.      TEORI PLANETESIMAL
Teori ini dikemukakan oleh T.C. Chamberlin (Geolog dari Univ. Chicago) dan F.R. Moulton (Astronom dari Univ. Chicago) pada tahun 1905. Dalam teori ini dikemukakan bahwa mula-mula ada bintang yang melintas dekat matahari, sehingga terjadi gaya gravitasi yang mengakibatkan tertariknya gas dan materi ringan pada bagian tepi. Materi-materi ini kemudian mendingin dan memadat yang pada akhirnya membentuk planet yang mengelilingi matahari.
3.      TEORI PASANG SURUT
Teori ini dikemukakan oleh James Jeans dan Harold Jeffreys pada tahun 1918, yakni bahwa sebuah bintang besar mendekati matahari dalam jarak pendek, sehingga menyebabkan terjadinya pasang surut pada matahari. Sebagian massa matahari tertarik keluar sehingga membentuk semacam cerutu. Bagian yang menbentuk cerutu ini akan mengalami pendinginan dan membentuk plnet-planet.
4.      TEORI BINTANG KEMBAR
Teori ini dikemukakan oleh Lyttleton sekitar tahun 1956. Teori ini menyatakan bahwa pada mulanya terdapat sepasang matahari kembar yang saling mengelilingi. Kemudian melintaslah sebuah bintang yang menabrak. Matahari yang tertabrak ini lalu hancur menjadi materi-materi kecil yang terus berputar mengelilingi matahari yang masih utuh. Materi-materi kecil tadi kemudian mendingin dan menjadi planet.
5.      TEORI PROTOPLANET
Teori ini dikemukakan oleh C.V Weizsaeker pada tahun 1940-an, kemudian teori ini disempurnakan oleh Gerarld P. Kuiper pada tahun 1950-an. Teori ini mengungkapkan bahwa tata surya pada mulanya berbentuk awan yang sangat luas yang terdiri atas debu, gas hidrogen dan gas helium. Partikel-partikel awan ini kemudian saling tarik menarik, berputar cepat dan teratur. Lama-kelamaan terbentuklah piringan cakram dimana bagian tengahnya menggelembung dan bagian tepinya menyempit. Inti cakram yang menggelembung kemudian menjadi matahari, sedangkan bagian tepinya menjadi planet-planet.

BAB III
LAPISAN BUMI
Bumi tersusun atas beberapa lapisan-lapisan. Mulai dari lapisan yang terluar hingga yang terdalam. Higgins dan Kennedy (1971) mengatakan bahwa inti bumi terutama tersusun dari besi maka temperaturnya berkisar 4.000-5.000o C. Di bawah tekanan lapisan di atasnya besi akan lebur pada temperatur 3.700o C, yaitu pada sekitar perbatasan Mantle dan inti bumi bagian luar (Allison, 1974). Atas dasar perhitungan temperatur inti bumi tersebut, muncul pendapat bahwa inti bumi berwujud gas, karena pada temperatur 4.000-5.000o C materi padat akan lebur kemudian berubah menjadi gas. Dalam perkembangan selanjutnya, oleh Stokes (1978) bumi dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu Kerak Bumi (Crust), Selimut Bumi (Mantle) dan Inti Bumi (Core), yang penjelasannya sebagai berikut.
1.      Kerak Bumi (Crust)
Lapisan memiliki tebal berkisar antara 6-50 km. Tebal lapisan ini tidak sama di semua tempat, di benua sekitar 20-50 km, sedang di dasar laut 0-5 km atau bersama air laut di atasnya sekitar 10-12 km. Tersusun dari material padat yang kaya akan silisium dan alumunium. Pada lapisan ini terdapat lapisan yang disebut dengan Lapisan Granitis, yaitu lapisan yang terdiri dari batuan granit, dan Lapisan Basaltis, yaitu lapisan yang kebanyakan tersusun dari materi basalt.
2.      Selimut Bumu (Mantle)
Lapisan ini terletak di bawah kerak bumi dan pada umumnya dibedakan atas tiga lapisan, yaitu:
a.       Litosfer
Ini adalah bagian paling atas dari selimut bumi, terdiri dari materi berwujud padat dan kaya akan silisium-alumunium, tebalnya sekitar 50-100 km.
b.      Astenosfer
Lapisan ini wujudnya agak kental, kaya dengan silisium, alumunium dan magnesium. Tebalnya sekitar 130-160 km.
c.       Mesosfer
Lapisan ini mempunyai karakter yang lebih tebal dan lebih berat. Lapisan ini kaya akan silisium dan magnesium. Tebalnya sekitar 2.400-2.750 km.
3.      Inti Bumi
Inti bumu merupakan lapisan bumi yang paling dalam. Inti bumi juga dibagi lagi menjadi dua yaitu:



a.         Inti Bumi Luar (Outer Core)
Inti bumi luar ini diduga berwujud cair sebab lapisan ini tidak dilalui gelombang tranversal. Tebal lapisan ini sekitar 2.160 km, tersusun dari materi yag kaya akan silisum, besi dan magnesium.
b.         Inti Bumi Dalam (Inner Core)
Inti bumi dalam memiliki tebal 1320 km dan diduga berwujud padat. Lapisan inti bumi dalam tersusun dari materi yang kaya akan nikel dan besi dengan densitas yang lebih besar.

BAB IV
MINERAL
Mineral adalah bahan alamiah yang anorganik, umumnya berbentuk kristal, tersusun dari satu unsur atau senyawa beberapa unsur dengan bentuk dan komposisi kimia tetap serta memiliki sifat-sifat fisik yang khas (Wicarder, Reed, James. S. 2002). Ada lebih 3.500 jenis mineral namun hanya 20-an jenis mineral yang banyak dijumpai dalam batuan. Berdasarkan kandungan kimianya, maka mineral-mineral dapat dikelompokkan atas mineral-mineral silikat, oksida, sulfida, halida, karbonat dan sulfat.
1.      Kelompok Mineral Silikat
Kelompok mineral silikat merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan unsur-unsur lain yang bermuatan positif. Mineral-mineral silikat dapat dikelompokkan atas mineral silikat ferromagnesia dan nonferromagnesia. Mineral silikat ferromagnesia adalah mineral silikat yang mengandung besi atau magnesium, contohnya adalah olivin (banyak dalam batuan basa mirip butir-butir gula berwarna kuning atau hijau namun ceratnya putih), Augit, Hornblende dan Biotit. Sedangkan mineral nonferromagnesia adalah mineral silikat yang tidak mengandung besi  atau magnesium. Termasuk di dalamanya adalah Felspar dan Kuarsa.
2.      Kelompok Mineral Oksida
Mineral oksida terbentuk dari persenyawaan antara oksigen dengan unsur-unsur bermuatan positif. Umumnya lebih kuat dari mineral lain kecuali mineral silikat tertentu dan umumnya lebih berat dari mineral lain kecuali dengan mineral sulfida. Yang termasuk mineral oksida adalah Korundum (Al­), Magnetit (Fe­), Hematit (Fe­) dan Kasiterit (SnO).
3.      Kelompok Mineral Sulfida
Mineral sulfida terbentuk dari penggabungan secara langsung dari unsur-unsur (besi, perak, tembaga, timah hitam, zink, air raksa) dengan belerang. Beberapa diantara mineral sulfida menjadi bahan tambang seperti Kalkopirit (C­FeS­), Galena dan Spalerit (ZnS).
4.      Kelompok Mineral Halida
Mineral halida dibentuk oleh persenyawaan unsur dengan klor. Termasuk di dalamnya adalah mineral halid (garam dapur atau NaCl) dan garam K (KCl).
5.      Kelompok Mineral Karbonat
Mineral karbonat dibentuk oleh persenyawaan dengan ion.
6.      Kelompok Mineral Sulfat
Mineral sulfat dibentuk oleh persenyawaan unsur dengan ion (SO­). Termasuk di dalamnya adalah anhidrid (CaSO­), Gypsum (CaSO­.2H­O) dan Barit (BaSO­).
Untuk mengetahui jenis mineral tersebut tidaklah mudah, karena perlu keahlian khusus dalam penggunaan alat-alat laboratorium. Beberapa ciri-ciri fisik yang dapat diamati untuk menentukan jenis mineral tersebut antara lain.
1.        Bentuk Kristal (Crystalform), ada bermacam-macam bentuk kristal yaitu bentuk kubus tetragonal, hexagonal, ortorombik, monoklin dan triklin.
2.        Kekerasan Mineral (Hardness), berkenaan dengan ketahanan mineral terhadap goresan. Kekerasan mineral dapat digolongkan menjadi 10 golongan yaitu golongan 1 sampai dengan golongan 10, dimana semakin besar angkanya maka semakin tinggi pula tingkat kekerasan mineral tersebut. Intan adalah mineral yang paling keras karena memiliki tingkat kekerasan pada level 10.
3.        Berat Jenis (Specific Gravity), diperoleh dengan membandingkan berat mineral dengan berat air dengan volume yang sama.
4.        Bidang Belah/belahan (Cleavage), tendensi mineral membelah pada bidang-bidang tertentu dengan arah tertentu. Di mana ikatan atom lemah dan relatif sedikit maka disitulah mineral cenderung membelah.
5.        Pecahan (Fracture), bentuk pecahan mineral secara alamiah. Bentuknya dapat berupa Conchoidal, bila pecahan mineral permukaannya melengkung seperti pecahan kaca, Huckly, bila permukaannya tajam-tajam, Splintery bila pecahan mineral tipis-tipis dan Earthy bila pecahan mineral seperti remah tanah.
6.        Warna (Colour), terlalu kasar karena warna dipengaruhi oleh pengotoran unsur lain.
7.        Cerat (Steak), adalah warna serbuk mineral. Lebih bagus dibanding warna karena tidak terpengaruh oleh pengotoran unsur lain. Biasanya cerat diperoleh dengan menggoreskan mineral pada permukaan poselin yang belum dipoles.
8.        Kilap (Luster), berkenaan dengan kenampakan permukaan mineral dalam memantulkan cahaya ke mata kita. Metallic, jika memantulkan cahaya seperti logam. Non-metallic, ada beberapa istilah yang digunakan seperti vitreous (seperti kaca), resinous (seperti damar), greasy (kotor seperti permukaan yang berlemak), pearly (seperti mutiara), silky (seperti sutera) dan dull (seperti tanah).
9.        Lain-lain seperti taste (rasa), touch (rasa ketika disentuh), tenacity (sifat kohesif yang dapat dilihat dari mudah tidaknya ditempa, dibengkokkan), sifat kemagnetan, sifat kelistrikan, sifat radioaktif dan bau.

BAB V
BATUAN
Batuan adalah materi padat berupa mineral maupun bahan organik yang menyusun bumi. Berdasarkan cara terjadinya, batuan dapat digolongkan menjadi batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf (malihan).


1.      Batuan Beku
Batuan beku terbentuk dari magma yang membeku. Menurut tempatnya membeku, dibedakan menjadi batuan beku dalam, korok dan batuan beku luar. Batuan beku dalam adalah batuan beku yang membeku sebelum mencapai permukaan bumi. Ciri khas batuan beku dalam adalah kristalnya besar atau bertekstur kasar. Batuan beku luar adalah batuan yang membeku di luar permukaan bumi. Batuan ini mengalami pendinginan yang cepat sehingga kristal-kristal yang dihasilkan bertekstur halus. Sedangkan batuan beku korok adalah celah kerak bumi. Biasanya kristalnya halus karena pembekuan dekat dengan permukaan bumi tetapi di dalamnya terdapat kristal-kristal besar yang terbawa dari batuan beku dalam yang dilalui dalam perjalanan. Contoh dari batuan beku diantaranya adalah batu obsidian, granit, batu apung, riolit, basalt, peridodit, gabro, diorit dan andesit.
2.      Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk lewat proses pengendapan, baik secara fisik maupun secara kimiawi. Berdasarkan tenaga yang mengangkut hasil pelapukan/erosi dapat digolongkan menjadi:
a.         Sedimen Aquatis, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga air.
b.         Sedimen Aeolis/Aeris, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga angin.
c.         Sedimen Glasial, yaitu sedimen yang dingkut oleh tenaga gletser.

Klasifikasi lain berdasarkan cara pengendapan:
a.         Batuan Sedimen Klastis/Mekanik/Fisik, yaitu batuan sedimen yang diendapkan dalam bentuk bahan-bahan padat hasil pelapukan dan erosi kemudian mengalami sementasi dan litifikasi batuan sediman. Contoh batuan sedimen ini adalah konglomerat, breksi, sandstone, batu lanau, claystone, shale (serpih) dan mudstone (batu lumpur).
b.        Batuan Sedimen Kimiawi, yaitu batuan yang diendapkan secara kimiawi, misalnya batu gamping, dolomit, stalagtit dan stalagmit dalam gua-gua kapur, gypsum, travertin, dan lain-lain.
Dari klasifikasi tersebut maka dapat diketahui beberapa jenis batuan sedimen diantaranya konglomerat, breksi, batu pasir kuarsa, arkose, batu lanau, batu lumpur, batu lempung, gamping, batu dolomit, batu gips, batu garam, batu rijang dan lain-lain. Selanjutnya adalah struktur batuan sedimen yaitu kenampakan tubuh batuan sedimen. Beberapa diantaranya adalah:
a.         Paralel bedding/horizontal bedding (Stratifikasi), yaitu kenampakan batuan sedimen yang memperlihatkan perlapisan mendatar, terbentuk bila kondisi pengendapan bervariasi dari waktu ke waktu.
b.        Cross bedding (Perlapisan silang siur), yaitu kenampakan batuan sedimen yang miring satu sama lain, dapat dihasilkan leh arus air ataupun pasir pada material halus seperti pasir.
c.         Graded bedding (Perlapisan pilihan), yaitu kenampakan perlapisan batuan sedimen yang ukuran pertikelnya berubah perlahan-lahan dari kasar di bagian bawah sampai halus di bagian atas. Lingkungan terbentuknya perlapisan pilihan adalah lingkungan air seperti danau dan laut.
d.        Lenticulair bed (Perlapisan membaji), yaitu perlapian yang tebal lapisannya semakin tipis ke salah satu arah. Biasanya terbentuk di muara-muara sungai.
e.         Mud-cracks (Struktur rekah kerut), yaitu struktur yang terlihat pada permukaan batuan sedimen berupa rekahan-rekahan.
f.          Ripple mark (Struktur gelembur gelombang), biasanya dibentuk oleh gelombang atau arus yang mengalir di atas bahan sedimen halus. Tinggi gelombang berkisar 5-10 cm dan panjang gelombang mencapai 1 meter.
g.         Raindrop impression, yaitu struktur batuan sedimen berupa lubang-lubang bekas tetesan air di permukaan batuan.

3.      Batuan Metamorf (Malihan)
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan lain yang mengalami perubahan fisik maupun kimiawi. Penyebab metamorfosis pada intinya adalah temperatur yang tinggi dan atau tekanan yang tinggi. Temperatur yang tinggi menyebabkan terjadinya rekristalisasi sehingg kristal mineral penyusun batuan menjadi lebih besar, atau meningkatnya kandungan unsur tertentu akibat unsur lain menguap. Sedangkan jika terjadi tekanan yang tinggi maka umumnya terjadi pemipihan mineral, sehingga membentuk batuan yang berfoliasi seperti batu tulis atau sabak, sekis mika, granite gneiss. Proses metomorfosis dikelompokkan sebagai berikut:
a.         Geothermal alterasi, yaitu metamorfosis sebagai akibat naiknya temperatur di tempat yang dalam. Beberapa mineral akan mengalami rekristalisasi menghasilkan kristal-kristal yang lebih besar.
b.        Hidrothermal alterasi, yaitu metamorfosis yang disebabkan oleh cairan magma panas atau air tanah yang mengalami pemanasan. Contoh felspar yang keras menjadi liat kaolin yang lunak.
c.         Pneumatholysis, mirip dengan hidrothermal tetapi tenaga pengubahnya adalah gas panas. Komposisi batuan akan mengalami perubahan sehingga menghasilkan batuan lain dari batuan asalnya.
d.        Metamorfosis sentuhan (Contact metamorphosis), yaitu metamorfosa yang terjadi akibat magma bersentuhan dengan batuan. Karena itu banyak dijumpai di sekitar batuan intrusi seperti batolit dan lakolit.
e.         Dinamo metamorfosis (Dynamic metamorphosis), yaitu metamorfosis yang terjadi karena tekanan yang tinggi yang dihasilkan oleh gerak-gerak kerak bumi.
f.          Metasomatisme, yaitu metamorfosis yang terjadi karena bercampurnya magma dengan batuan membentuk mineral-mineral baru. Pada proses ini selain terjadi perubahan karena adanya tambahan unsur lain, juga terjadi rekristalisasi karena magma panas.

Batuan metamorf juga memiliki tekstur dan komposisi batuan. Tekstur batuan metamorf tidak didasarkan pada besarnya butir-butir batuan melainkan dasar orientasi atau kecenderungan berlapis. Tekstur batuan metamorf dibedakan atas:
a.         Tekstur Foliasi, yaitu tekstur berlapis-lapis dimana butir-butir batuan penyusunnya pipih sehingga memperlihatkan lapisan atau belahan ke arah mana batuan cenderung membelah. Pipihnya butir-butir batuan sebagai akibat dari tekanan. Termasuk di dalamnya adalah:
a)        Slaty, bila batuan berlapis-lapis dengan permukaan belahan halus dan mudah dipisahkan lewat bidang belah. Contohnya batu sabak.
b)        Phyllitic, bila lapisannya sedikit lebih tebal, permukaan belahan agak kasar dibanding slaty. Contohnya Fillit
c)        Shcistose, bila lapisannya lebih tebal dari phyllitic, permukaan belahan bergelombang. Contohnya sekis mika
d)       Gneissic, bila lapisannya tebal dan mineral-mineral berwarna gelap dan terang terpaisah dengan tegas. Contohnya gneiss = genes.

b.        Tekstur Nonfoliasi, yaitu tekstur yang tidak menunjukkan kecenderungan berlapis. Termasuk di dalamnya adalah marmer, quarzite, serpentinit dan antrasit.

Komposisi batuan metamorf sangat bervariasi antara batuan metamorf yang satu dengan yang lain. Komposisi batuan metamorf dibedakan menjadi:
a.         Monomineralik, yaitu batuan metamorf yang terutama tersusun dari satu macam mineral saja. Contohnya marmer, quartzite, antrasit.
b.        Multimineralik, yaitu batuan metamorf yang tersusun dari 2 mineral dominan. Contohnya hornfels, sabak, filit, sekis klorit, garnet dan genes.

Batuan di muka bumi ini pastinya mengalami yang namanya siklus atau perputaran, yaitu yang dinamakan siklus batuan. Batuan beku terbentuk dari magma yang mengalami pendinginan dan kristalisasi. Selanjutnya batuan beku mengalami pelapukan yang memudahkan proses erosi dan pengankutan, menjadi bahan sedimen. Bahan sedimen terangkut oleh berbagai tenaga dan diendapkan di tempat lain, selanjutnya mengalami sedimentasi dan litifikasi menjadi batuan sedimen. Karena pengaruh tekanan atau suhu yang tinggi maka batuan sedimen akan mengalami malihan dan menjadi batuan malihan atau batuan metamorf. Dan akhirnya, bila batuan metamorf ini masuk kembali ke lapisan dalam, akan lebur menjadi magma.


BAB VI
TEORI TEKTONIK GLOBAL
sejak orang mengetahui bentuk dan ukuran benua dan lautan pada abad ke -18, timbul berbagai pemikiran mengenai perubahan yang dialami bumi. Diantaranya adalah tentang persebaran benua dan pulau yang ada di permukaan bumi. Beberapa teori tektonik global antara lain adalah:
1.        Teori Kontraksi
Teori ini dikemukakan oleh James Dana di Amerika Serikat (1847) dan Elie de Baumant di Eropa (1852). Mereka mengemukakan pendapatnya mengenai permukaan bumi yang tidak rata. James Dana berpendapat bahwa permukaan bumi tidak rata karena bagian bawahnya mengalami pendinginan secara drastis sehingga permukaan bumi mengerut.
2.      Teori Dua Benua
Teori ini dikemukakan oleh Eduard Zuess dan Frank B. Taylor bahwa menurut pandangannya mula-mula ada dua benua yang berlokasi di kedua kutub bumi. Benua-benua tersebut diberi nama Laurasia di utara dan Gondwana di selatan. Kemudian keduanya bergerak perlahan-lahan kearah ekuator, terpecah menjadi beberapa benua seperti yang sekarang ada. Amerika Selatan, Australia, India dikatakan dahulu bagian dari benua Gondwana, sedang benua lain bagian dari benua Laurasia.
3.      Teori Pergeseran Benua
Teori ini dikemukakan oleh Alfred Wegener yang dalam bukunya The Origin of Continen’s and Ocean mengemukakan teorinya yang terkenal dengan teori pergeseran benua (Continental Drift Theory). Menurut Wegener, semula benua-benua yang ada sekarang bergabung menjadi satu yang diberi nama Benua Pangeae dan hanya ada satu lautan yaitu Thetys. Permulaan Mesozoikum benua Pangeae ini bergerak secara perlahan-lahan kearah ekuator dan ke arah barat melintasi lautan sehingga terpecah-pecah dan menempati posisi seperti yang sekarang. Pegeseran ke arah ekuator didorong oleh gaya sentrifugal akibat rotasi bumi, sedangkan pergeseran ke arah barat seperti pergeseran pasang yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan rotasi.

4.      Teori Konveksi
Teori ini dikemukakan oleh Arthur Holmes. Dia mnegemukakan bahwa terdapat aliran konveksi dalam lapisan Astenosfer dimana pengaruhnya sampai ke kerak bumi di atasnya. Penyebab dari aliran konveksi ini diduga sebagai akibat perbedaan densitas di lapisan atas dan bawah dalam astenosfer.
5.      Teori Pemekaran Dasar Samudera
Teori ini dikemukakan oleh Robert Diezt. Sesudah perang dunia ke II, sejak tahun 1950-an, alat-alat seperti echosunder, magnetometer, gravitemeter, seismograf dan sebagainya mulai dikembangkan sehingga memungkinkan penelitian di dasar laut yang dalam. Terungkaplah bahwa bukan hanya benua yang bergeser melainkan dasar laut juga mengalami pergeseran. Diketemukan adanya rangkaian pegunungan dasar laut yang umumnya terletak di tengah dasar laut yang dikenal sebagai Mid-Ocean Ridge. Arah pergeseran dasar lau yaitu dari Mid-Ocean Ridge ke dua arah yang berlawanan. Tahun 1962 Harry H. Hess dalam bukunya History of the Ocean Basin, mengemukakan hipotesisnya bahwa aliran konveksi di astenosfer ada yang sampai di permukaan bumi yaitu Mid-Ocean Ridge. Di puncak Mid-Ocean Ridge tersebut lava mengalir keluar kemudian menyebar ke kedua lereng pegunungan tersebut. Ahli geologi dasar laut Amerika Serikat, Robert Diezt, kemudian mengembangkan hipotesis Hess. Perkembangan penelitian topografi dasar laut membawa bukti-bukti baru mengenai terjadinya pergeseran dasar laut dari arah Mid-Ocean Ridge ke kedua sisinya. Peneyelidikan umur sedimen dasar laut juga mendukung hipotesis tersebut, dimana semakin jauh dari Mid-Ocean Ridge, maka semakin tua umur batuan sedimen.

BAB VII
STRUKTUR BATUAN SEKUNDER
Struktur atau bentuk susunan lapisan batuan sebagai akibat dari perubahan yang dialami batuan, dapat dibedakan atas stuktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer adalah srtuktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan seperti graded bedding, cross bedding, lenticulairbed, mud crack, ripple mark, raindop impression dan sebagainya. Struktur sekunder adalah struktur yang dihasilkan oleh proses deformasi dan dislokasi yang dialami batuan setelah batuan terbentuk. Struktur batuan sekunder (distropik) terdiri dari:
1.      Warping (Pelengkungan), yaitu gerakan vertikal yang tidak merata di suatu daerah khususnya yang berbatuan sedimen, akan menghasilkan perubahan struktur perlapisan yang semula kurang lebih horizontal menjadi melengkung. Kalau melengkung ke atas disebut dome (kubah) dan bila melengkung ke bawah disebut cekungan (basin).
2.      Folding (Lipatan), yaitu struktur batuan akan mengalami pelipatan bila menderita tekanan lemah tetapi berlangsung dalam waktu yang lama. Bagian puncak lipatan disebut antiklin dan lembah lipatan disebut sinklin. Berdasarkan sumbu lipatan, dikenal beberapa tipe dasar lipatan, yaitu:
a.       Lipatan simetris adalah lipatan yang antiklin dan sinklinnya simetris atau sumbu lipatan tepat di tengah membagi dua sama besar kedua bibir lipatan.
b.      Isoklin adalah lipatan tegak atau miring yang sudut kemiringannya sama.
c.       Lipatan asimetris adalah lipatan yang antiklin dan sinklinnya tidak simetris atau sumbu lipatannya tidak membagi dua sama besar kedua bibir lipatan.
d.      Lipatan miring (overturned folded) adalah lipatan yang salah satu bibir lipatan miring. Kedua bibir lipatan miring ke arah yang sama tetapi tidak sama besar sudutnya.
e.       Lipatan rebah (recumbent) adalah sumbu lipatan sudah medatar atau hampir mendatar.
f.       Monoklin adalah lengkungan yang menghubungkan dua dataran.
3.      Jointing (Retakan), yaitu struktur yang terbentuk karena gaya regangan yang menyebabkan batuan retak, namun tidak mengalami dislokasi atau masih bersambung. Biasanya dijumpai pada batuan yang rapuh sehingga dengan tenaga kecil saja sudah mengalami retak. Sepasang retakan disebut tectnonic joint (retakan yang terjadi karena tektonoik). Retakan yang terjadi pada pipa kepundan yang telah nampak di permukaan akibat tererosi dikenal dengan nama columnar joint, sedang retak yang dijumpai di puncak lipatan dikenal sebagai tectonic joint.
4.      Faulting (Patahan atau Sesar). Patahan terjadi bila tekanan cukup kuat, melampaui titik patah batuan, apalagi jika terjadinya cepat. Batuan tidak hanya retak-retak tetapi terjadi pergeseran atau dislokasi sehingga tidak bersambung lagi. Berdasarkan arah gerak blok batuan disepanjang bidang patahan dikenal dengan beberapa tipe dasar patahan yaitu:
a.    Strike-siip Fault/Transcurrent Fault adalah patahan yang arah gerakannya horizontal dengan arah berlawanan.
b.    Dip-slip Fault yaitu patahan yang gerakannya sepanjang bidang patahan miring. Kalau gerakannya mengarah ke bawah sesuai dengan gaya berat disebut Normal Fault, kalau gerakannya ke atas disebut Reverse Fault.
c.    Rotational Fault (Hinge Fault) yaitu patahan yang gerakannya memutar pada bidang patahan.
d.   Oblique-slip Fault yaitu patahan yang gerakannya mendatar saling menjauhi atau arah lain yang tidak termasuk dalam jenis patahan di atas.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan bentukan-bentukan patahan antara lain:
1.      Graben atau Slenk, suatu depresi yang terbentuk antara dua patahan dimana blok batuan yang diapit kedua patahan tersebut mengalami penurunan.
2.      Horst, kebalikan dari graben dimana blok batuan yang diapit kedua patahan mengalami pengangkatan sehingga lebih tinggi dari daerah sekitar.
3.      Fault Scarp (Gawir Sesar), suatu dinding terjal yang dihasilkan oleh patahan miring/dip-slip fault. Seringkali tidak kelihatan lagi di lapangan karena mengalami erosi.
4.      Step Fault, patahan yang kelihatan bertangga karena terdiri dari serangkaian patahan miring yang tidak sama tingginya.
5.      Rift Valley, suatu graben yang memanjang, kadang-kadang disebut depresi tektonik.
6.      Overthrust Fault, suatu patahan terbalik yang arah gerakannya telah berubah ke arah mendatar sehingga batuan terletak jauh dari tempat keluarnya.
Ciri-ciri sesar/patahan: breksi sesar, milonit (tepung sesar), cermin sesar (permukaanm mengkilat karena gesekan batuan), slicken side (permukaan halus dengan alur-alur sejajar arah gerakan), zona sesar, omisi, dan barit.

BAB VIII
SEISME
Gempa bumi adalah getaran kerak bumi yang dihasilkan oleh pelepasan energi akibat patahan. Gempa bmi merupakan peristiwa alam yang paling banyak menimbulkan korban jiwa. Berdasarkan terjadinya gempa bumi dapat diklasifikasika menjadi tiga yaitu:
1.      Gempa Tektonik
Gempa tektonik adalah gempa yang terjadi karena gerak-gerak kerak bumi.
2.      Gempa Vulkanik
Gempa vulkanik adalah gempa yang terjadi karena gerakan atau aktivitas magma dari dalam bumi.
3.      Gempa Terban atau Runtuhan
Gempa terban atau runtuhan adalah gempa yang karena adanya longsor runtuhnya gua bawah tanah.
Berdasarkan kedalaman hiposentrumnya gempa bumi juga dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1.        Gempa Dangkal, yaitu gempa bumi yang hiposentrumnya kurang dari 70 kilometer.
2.        Gempa Sedang, yaitu gempa bumi yang kedalaman hiposentrumnya antara 70 sampai 300 kilometer.
3.        Gempa Dalam, yaitu gempa bumi yang kedalamn hiposentrumnya lebih dari 300 kilometer. Gempa ini jarang terjadi karena hanya dijumpai di zona subduksi dimana salah satu lempeng membenam masuk ke lapisan dalam.
Gempa yang berpusat di dasar laut kadang-kadang menghasilkan gelombang air yang sangat tinggi, kadang-kadang mencapai 30 merer tingginya, itulah yang dinamakan dengan tsunami. Alat pencatat gempa disebut dengan seismograf.
Pusat-pusat gempa bumi di dunia cenderung terletak pada perbatasan lempeng-lempeng litosfer karena di tempat itulah terjadi pergeseran kerak bumi, terutama tipe perbatasan convergent. Gempa-gempa besar dan paling sering terjadi umumnya mengelompok dalam dua jalur, yaitu daerah Sirkum Pasifik (Chili, Amerika Tengah, California, Kepulauan Alleuton, Jepang, Filipina, Indonesia, Selandia Baru) dan daerah Sirkum Mediteran (Afrika Utara, Spanyol, Italia, Yugoslavia, Yunani, Turki, Iran, India Utara, Thailand, Malaysia, Indonesia). Di Sirkum Pasifik sendiri meliputi 80-90% dari seluruh gempa bumi di dunia. Daerah gempa lainnya berkaitan dengan Mid-oceanic Ridge yang merupakan tipe batas lempeng divergen. Umumnya gempa di atas lempeng divergen tergolong gempa dangkal.
Sudah diketahui bahwa gempa bumi merupakan bencana alam yang sangat sulit untuk diramalkan kapan akan terjadi. Untuk meminimalisir dampak dari bahaya gempa bumi maka diadakan mitigasi bencana. Langkah-langkah yang dapat ditempuh pada saat terjadi gempa bumi agar terhindar dari bahaya gempa bumi antara lain:
1.      Segera keluar rumah atau bangunan dan mencari tempat yang lapang seperti lapangan. Bila tidak sempat keluar rumah, usahakan berlindung di bawah kolong meja, di samping tempat tidur di pojok/sudut rumah dan sebagainya.
2.      Segera matikan listrik dan kompor agar tidak terjadi korsluiting yang dapat menimbulkan kebakaran.
3.      Bila berada di luar rumah, hindari berada di lereng curam atau kai lereng, bawah pohon/tiang listrik, di bawah bangunan besar dan sebagainya, agar terhidar dari runtuhan bangunan dan sebagainya.
4.      Bila sedang mengemudi, maka hentkanlah kendaraan di tempat yang aman.
5.      Bila sedang berenang, segera keluar dari kolam.
6.      Bila sedang di daerah pantai, gelombang tsunami merupakan bahaya besar karena kadang-kadang air laut tiba-tiba turun sehingga banyak ikan yang tergeletak, menarik perhatian untuk mengumpulkan ikan, tetapi sesaat kemudian akan datang datang gelombang besar. Jika meilhat fenomena tersebut maka segeralah untuk berlari dan mencari tempat yang lebih tinggi.

BAB IX
VULKANISME
Vulkanisme berasal dari kata Vulcanus, dewa api yang bangsa Yunani. Vulkanisme mengandung pengertian transport magma dari dalam ke permukaan bumi. Vulkanisme adalah proses alam yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan kegunungapian, mulai dari asal-usul pembentukan magma di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk dan kegiatannya. Bentuk gunung api di dunia secara umum ada tiga macam yaitu:
1.      Gunung Api Kerucut
Bentuknya seperti kerucut, makin runcing ke puncak. Gunung api ini dibangun oleh letusan gunung api yang terutama memuntahkan bahan-bahan padat karena magmanya asam. Gunung api semacam ini disebut gunung api strato. Gunung api di Indonesia kebanyakan merupakan gunung api strato.
2.      Gunung Api Perisai
Bentuknya seperti perisai atau tameng, tingginya tidak seberapa dibandingkan dengan diameter alasnya dan lerengnya landai. Dibentuk    oleh letusan gunung api yang terutama mengeluarkan lava yang mengalir karena magmanya basa sehingga setelah mencapai permukaan bumi, magma tersebut mengalir ke segala arah membentuk lereng landai. Contohnya gunung-gunung di Kepulauan Hawai seperti Mauna Loa, Mauna Kea, Kilauea dan sebagainya.
3.      Gunung Api Maar
Berbentuk lobang besar bekas letusan dahsyat pada masa silam. Semula magmanya sangat asam dengan tekanan gas yang sangat tinggi sehingga letusannya hebat, menghempaskan sebagian besar tubuh gunung api dan menyisakan lobang besar bekas letusan.
Kalau terjadi letusan gunung api maka ada material yang dikeluarkan berwujud cair yang dikenal dengan nama lava, ada material padat yang disebut piroklastik dan ada gas. Lava yang mengalir keluar merupakan magma yang mencapai permukaan bumi. Kalau lava banyak mengandung gas dan cepat membeku, maka akan menghasilkan batuan beku yang berongga-rongga yang dikenal dengan nama batu apung.
Bahan padat yang dihempaskan letusan gunung api disebut piroklastik. Abu vulkanik yang bertumpuk-tumpuk mengeras dikenal dengan nama tuff vulkanik. Batuan hasil letusan gunung api kalau sudah melapuk , menjadi tanah yang subur karena banyak mengandung mineral yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan ukuran bahan padat tersebut dikenal dengan sebagai bom yaitu bongkahan batuan berukuran lebih dari 64 mm, lapilli yang berukuran 2-64 mm, pasir bila berukuran 0,05-2 mm dan abu vulkanik bila berukuran 0,002-0,05 mm. Kalau proses pendinginannya sangat cepat, sehingga tidak mengkristal sama sekali maka akan membentuk gelas vulkan atau obsidian.
Gas yang dikeluarkan letusan gunung api bermacam-macam, antara lain uap air, hidrogen, khlor, belerang, nitrogen, karbon dioksida, karbn monoksida dan gas metan. Gas yang dikeluarkan tidak melalui kawah gunung api saja, tetapi juga dari lubang-lubang pada lereng dan kaki gunung api. Tempat yang terutama mengeluarkan gas berupa uap air disebut fumarol, yang mengeluarkan gas belerang disebut solfatara dan yang mengeluarkan gas asam arang disebut mofet.
Erupsi atau letusan gunung api terjadi apabila tenaga gas dari dapur magma mampu mendobrak batuan penyusun kerak bumi. Berdasarkan bentuk dan lokasi kepundan tempat keluarnya magma, erupsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Erupsi Celah (Fissure Eruption), adalah erupsi yang tidak melalui lubang kepundan gunung api melainkan mengalir keluar melalui retakan-retakan batuan. Dengan demikian sifatnya effusif.
2.      Erupsi Puncak (Summit Eruption), adalah erupsi yang melalui pipa kepundan gunung api. Tidak seperti erupsi celah yang berlangsung lama, erupsi puncak berlangsung dalam waktu yang pendek.
Adapun klasifikasi lain dari bentuk erupsi adalah didasarkan pada penyebab erupsi. Erupsi tersebut antara lain adalah:
1.      Erupsi Magma (Magmatic eruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh dobrakan tekanan gas yang berasal dari dapur magma.
2.      Erupsi Hidro (Hidroeruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh tekanan uap yang berasal dari pemanasan air di luar magma.
3.      Erupsi Preatik (Preatic eruption), yaitu erupsi yang dihasilkan  oleh tekanan uap air dari air tanah yang mengalami pemanasan magma.
4.      Erupsi Preato-magmatik (Preatomagmatic Eruption), yaitu gabungan dari erupsi magma dan erupsi preatik.
Berdasarkan ciri-ciri letusan gunung api di dunia, maka para ahli membagi letusan gunung api kedalam lima tipe, yaitu:
a.        Tipe Islandia, mempunyai ciri-ciri erupsi sangat lemah, magma sangat cair. Erupsi biasanya berlangsung berbulan-bulan.
b.        Tipe Hawaii, ciri-cirinya erupsinya juga lemah, magma meleleh keluar karena magma cair dan tekanan gasnya rendah, namun erupsinya berlangsung lama. Contohnya gunung Mauna Loa, Mauna Kea dan Kilauea di Hawaii.
c.         Tipe Stromboli, erupsinya tidak terlalu eksplosif, magmanya agak cair, tekanan gas sedang dan dapur magma agak dalam. Selain mengeluarkan lava cair, juga mengeluarkan material piroklastik.
d.        Tipe Vulkano, cirinya erupsi lebih ekplosif dengan magma yang agak cair, tekanan gas sedang dan dapur magma agak dalam. Tipe ini ditandai dengan awan debu yang membumbung tinggi.
e.         Tipe Pele, cirinya erupsi sangat kuat karena magma sangat kental, tekanan gasnya tinggi dan dapur magma dalam.

Pada dasarnya aktivitas magma di dalam perut bumi sangat sulit diketahui. Orang hanya dapat mengamati dan mengukur beberapa gejala di permukaan bumi. Beberapa gejala-gejala vulkanisme yang dapat diketahui antara lain.
1.      Sering terjadi gempa bumi di sekitar gunung api tersebut.
2.      Pembumbungan, dimana gunung nampak bertambah tinggi.
3.      Terjadi perubahan temperatur di sekitar gunung tersebut. Perubahan temperatur ini dapat menyebabkan suhu air di sekitar daerah vulkan meningkat bahkan bisa kering, sumber air panas meningkat serta banyak binatang yang turun lereng.
4.      Perubahan komposisi gas karena adanya gas-gas baru yang berasal dari magma.
5.      Komposisi lava dan abu vulkanik. Penelitian di laboratorium terhadap lava dan abu vulkanik yang dikeluarkan vulkan dapat menuntun ke arah ramalan kekuatan letusan. Khususnya yang berhubungan dengan SiO­, bila kandungannya tinggi berarti magmanya bersifat asam sehingga kemungkinan letusannya akan hebat.
6.      Perubahan medan magnet bumi, ini terjadi akibat dari pengaruh panas dari magma.
7.      Sejarah letusan atau siklus letusan. Catatan letusan suatu vulkan dapt meramalkan erupsi vulkan.
Setelah mengetahui gejala-gejala yang timbul sebelum gunung api meletus, juga penting mengetahui mitigasi jika gunung api tersebut benar-benar meletus. Beberapa mitigasi bencana vulkanisme yang dapat dilakukan antara lain:
1.      Membangun rumah bertiang penopang atap lebih rapat, diajurkan untuk beratap seng agar tahan terhadap panas lontaran batu pijar dan kemiringan atap 45o.
2.      Menyebarluaskan peta kerawanan bencana letusan gunung api terkait kepada masyarakat umum secara periodik.
3.      Menyusun peta (sketsa) resiko bencana letusan gunung api di tingkat gampong.
4.      Berpartisipasi aktif dalam merencanakan dan membangun prasarana dan sarana pengungsian dan shelter ternak.
5.      Melakukan penghutanan kembali untuk mengurangi resiko terjadinya banjir lahar, erosi dan gerakan massa.
6.      Menguatkan kelembagaan di tingkat masyarakat sebagai bagian manajemen bencana berbasis masyarakat dengan dukungan pemerintah, dunia usaha dan LSM.
7.      Menyusun petunjuk operasional penganggulangan bencana letusan gunung api.
8.      Melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait secara rutin.

BAB X
STRATIGRAFI
Stratigrafi adalah susunan lapisan sedimen dari waktu ke waktu. Perlapisan batuan sedimen mengandung makna penting dalam menentukan umur relatif batuan dan lingkungan pengendapan dalam hubungan ruang dan waktu. Ada tiga prinsip-prinsip stratigrafi menurut Steno, yaitu:
1.      Prinsip kemendataran awal (The law of original horizontality), menjelaskan bahwa proses pengendapan bahan sedimen padaawalnya mendatar, kecuali sedimen kasar di lingkungan pengendapan non marin sering membentuk sudut 30­­o menurut sudut hentinya (angle of repose), misalnya pada kipas aluvial, endapan rombakan batuan dan endapan vulkanik di lereng gunungapi.
2.      Prinsip superposisi (The law of superposition), menjelaskan bahwa dalam suatu pengendapan yang berlapis-lapis, lapisan bawah yang diendapkan lebih awal dan berumur lebih tua daripada lapisan-lapisan di atasnya. Prinsip ini hanya berlaku apabila lapisan-lapisan tersebut belum mengalami gangguan misalnya mengalami pelipatan rebah.
3.      Prinsip kesinambungan menyamping (The law of lateral continuety), menjelaskan bahwa perlapisan batuan sedimen menerus melintasi ledok pengendapan, tidak diendapkan di satu tempat saja secara vertikal. Oleh karena itu dalam suatu lingkungan pengendapan, suatu lapisan masih dapat diketemukan lanjutannya ke samping.
Ciri batuan sedimen adalah berlapis-lapis, pipih berbentuk lempengan. Pada batuan sedimen klastik, penyebab perlapisan batuan adalah:
1.      Perubahan iklim, yang berpengaruh pada banyak sedikitnya bahan sedimen yang diendapkan.
2.      Perubahan tinggi muka laut, berpengaruh pada perbedaan ketinggian antara daerah asal sedimen dengan lingkungan pengendapan.
3.      Pengangkatan daerah asal sedimen, berpengaruh pada besar kecilnya erosi, daya angkut sungai dan sifat batuan yang diendapkan.
4.      Pengaruh kimia, misalnya garam-garaman menyebabkan terjadinya pengendapan secara kimiawi.
5.      Perlapisan karena organisme, misalnya pada kurun waktu tertentu lingkungan memungkinkan hidup organisme diatomeae yang menghasilkan endapan kersik, namun kurun waktu lain tidak memungkinkan, maka terbentuklah lapisan yang berbeda.

·           Satuan-satuan Stratigrafi:
1.      Lapisan, yaitu satuan perlapisan batuan terkecil yang masih dapat diamati di lapangan.
2.      Formasi, yaitu lapisan-lapisan yang mempunyai kesamaan tertentu misalnya kesamaan litologi.
3.      Anggota, yaitu suatu formasi yang dibagi ke dalam anak bagian, misalnya formasi tersebut terdiri dari lapisan yang berganti-ganti antara batu pasir-lempung-batu pasir- lempung, maka batu pasir dan lempung disebut anggota.
4.      Kelompok, yaitu beberapa formasi yang yang mempunyai persamaan sifat-sifat tertentu yang digabungkan.
·           Ketidakselarasan dalam Stratigrafi:
Unkonformitas adalah tidak adanya kesinambungan dalam urutan sedimentasi. Hal itu terjadi karena perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan tidak terjadinya pengendapan pada waktu tertentu. Adatiga jenis unkonformitas yang dijumpai pada batuan sedimen, yaitu:
1.      Angular Unconformity (Unkonformitas Menyudut), berkaitan dengan lapisan yang lebih tua mengalami deformasi kemudian tererosi sebelum lapisan lebih muda diendapkan di atasnya.
2.      Disconformity (Diskonformitas), yaitu unkonformitas yang permukaan lapisan tidak teratur di antara lapisan mendatar yang disebabkan oleh berhentinya sedimentasi dan terjadi erosi, tetapi tidak ada pemiringan lapisan. Diskonformitas mudah dikenali karena lapisan di atas dan di bawahnya mendatar.
3.      Nonconformity (Nonkonformitas), yaitu dimana lapisan sedimen terletak di atas batuan beku atau batuan metamorf. Jadi tidak ada hubungan antara batuan sedimen dengan batuan beku/metamorf.

BAB XI
WAKTU GEOLOGI
Waktu adalah periode selama suatu proses berlangsung, terjadi serangkaian kejadian yag tidak dapat diubah lagi. Waktu sangat penting dalam kehidupan manusia, demikian juga dalam ilmu pengetahuan termasuk dalam bidang geologi. Karena it para ahli geologi berusaha menciptakan skala waktu geologi untuk mengungkapkan kejadian-kejadian geologis seperti kapan terbentuknya bumi, kapan batuan terbentuk,kapan suatu daerah pegunugan mengalami pelipatan dan sebagainya
Orang mesir kuno mengamati dengan seksama perjalanan semu matahari lalu di hubungkan dengan zodiak, dan kemudian menetapkan bahwa lamanya perjalanan matahari sampai kedudukan semula disebut 1 tahun. Kemudian tahun 1964 para ahli ilmu alam berusaha mendapatkan alat pengukur yang lebih akurat dengan menggunakan derajat getaran atom celcius 133. Jam celcium yang tingkat kesalahannya sangat kecil yaitu < 1 detik/1000 tahun, sekarang digunakan meluas di seluruh dunia dan orang meninggalkan pengukuran waktu berdasrkan teori relativitas dari Einstein (Alison 1974).
Sadar akan pentngnya waktu, maka para ahli geologi berusaha dengan segala kemampuan menafsir dang menghitung umur bumi,umur unit-unit batuan, dan semua kejadian yang berhubungan dengan bumi. Adapun bidang geologi yang berhubungan erat dengan penentuan umur geologi terutama 3 sub spesialisasi geologi yaitu : Paleontologi yang mempelajari fosil-fosil dalam rangka mengungkapkan kehidupan pada masa silam, stratifikasi yang mempelajari lapisan batuan-batuan sedimen, dan geokhronologi suatu sub spesialisasi gabungan antara geo kimia dan geofisika yang bekerja menentukan umur absolut berdasrkan mineral yang terkandung di dalam batuan. Akhirnya dikenal ada 2 macam ukuran waktu geologi yaitu umur relatif dan umur absolut.           
1.      Pengukuran umur relatif
Umur relatif berarti dalam mengungkapkan umur belum dinyatakan secara tegas dengan skala waktu melainkan hanya membandingkan mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda.
            Beberapa metode pengukuran umur relatif :
a.      Metode Superposisi, prinsipnya adalah lapisan batuan sedimen yang paling atas umurnya lebih muda dari daripada lapisan di bawahnya.
b.      Metode Intertonguing, artinya batuan yang saling memasuki/menembus satu sama lain. Kalau ini terjadi maka umur batuan tersebut sama.
c.       Metode Intrusi, adanya magma yang membeku pada batuan sedimen, artinya batuan intrusi tersebut umurya lebih muda daripada batuan sedimen.
d.      Metode Metamorfosis, digunakan pada batuan malihan.
e.       Metode Deformasi, digunakan pada proses perubahan formasi batuan akibat adanya proses geologi seperti patahan atau pelipatan.
f.       Suksessi Fauna, dapat diartikan pergantian alam binatang.

2.      Pengukuran umur mutlak/absolut
Istilah mutlak menunjukkan bahwa para ahli telah melangkahkan lebih maju lagi dengan menggunakan skala waktu yang kita kenal sehari-hari seperti tahun dalam menyatakan umur suatu lapisan batuan.
            Sejarah dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan, maka sejak tahun 1950an para ahli berhasil melakukan pengukuran-pengukuran yang lebih reliabel dan dinyatakan dengan skala waktu yang kita gunakan sehari-hari. Tetapi tidak bererti bahwa pengukuran umur relatif sudah ditinggalkan sama sekali, karena dalam hal-hal tertentu justru diperlukan umur relatif tanpa harus mencari tahu umur mutlaknya. Dengan demikian maka dalam geologi keduanya berjalan seiring, saling melengkapi, bahkan tidak jarang metode pengukuran umur relatif dibutuhkan misalnya dalam penasabahan.
            Seperti halnya penentuan umur relatif, ada beberapa metode yang dikembangkn selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mula-mula pra ahli menentukn umur mutlk secara kasar dan terlalu teoritis dengan mendasarkan pada intensitas proses-proses geologi. Dengan pendekatan yang demikian diasumsikan bahwa proses-proses geologis yng diamati sekrng ini juga berlaku pada masa silam.
            Metode pengukuran umur mutlak/absolut :
a.      Metode pendinginan bumi, digunakan untuk mengukur umur bumi dengan menghitung pendinginan bumi.
b.      Metode kadar garam air, digunakan untuk mengukur umur laut.
c.       Metode tingkat sedimentasi, digunakan untuk mengukur umur batua sedimen yang belum mengalami gangguan seperti pelipatan dan patahan.
d.      Metode tingkat erosi, prinsipnya sama dengan metode tingkat sedimentasi, yaitu tebal lapisan yang tererosi diukur demikian juga tingkat erosi setiap tahun diukur.
e.       Metode lingkaran pertumbuhan, digunakan mengukur umur batuan sedimen.
f.       Metode radioaktif, dengan menggunakan unsur-unsur radioaktif yang mana memancarkan sinar alpha, beta dan gamma.  Beberapa metode radioaktif yaitu:
d.      Metode Uranium-Timah Hitam, memancarkan sinar alpha dan beta, yang mempunya waktu paruh 4.500 juta tahun (Uranium 235) dan 713 juta tahun (Uranium 238).
e.       Metode Potassium-Argon, menangkap elektron dengan waktu paruh 1,3 x 109 tahun.
f.       Metode Rubidium-Stronsium, memancarkan partikel elektron, dengan waktu paruh 47 milyar tahun.
g.      Metode Karbon-14, berasal dari sinar kosmik luar angkasa, dengan waktu paruh 5.730 tahun.
h.      Fission-track Dating

BAB XII
ASAL MULA KEHIDUPAN di PERMUKAAN BUMI
Sejak manusia mulai berpikir, manusia mengagumi dari masa ke masa asal usul organisme di bumi ini termasuk asal mula manusia sendiri. Orang mulai memperhatikan bagaimana binatang dan manusia kawin kemudian menghasilkan anak, bagaimana tumbuh-tumbuhan berkembang biak hingga menutupi hampir seluruh permukaan bumi kita. Muncul pemikiran bahwa karena wanitalah yang melahirkan maka berarti hanya wanita yang terlibat dalam heriditas. Tetapi setelah mikroskop ditemukan, orang melihat bahwa sperma laki-laki mengandung suatu miniatur organisme dewasa sehingga dipikirkan lagi bahwa wanita hanya menyediakan lingkungan bagi pertumbuhan janin.
            Muncul pula pemikiran bahwa organisme sederhana berasal dari anorganik di lingkungan yang busuk. Buffon percaya bahwa molekul-molekul organisme sederhana dilepas dari suatu pembusukan kemudian bergabung membentuk organisme. Van Helmont (1577-1644) mengatakan bahwa tikus dapat dihasilkan dengan mengisi botol dengan gandum kemudian ditutupi dengan pakaian kotor perempuan (Dott, 1971). Akan tetapi pasteur pada awal tahun 1860-an membuktikan tidak adanya spontaneous generation :tidak akan ada kehidupan yang terjadi dari anorganik dengan cara itu. Dia mengatakan bahwa keturunan berasal dari indukya yang mentransfer sebagian dari inti selnya. Jadi kelihatannya pada masa lalu orang mengacaukan antara asal mula kehidupan dengan reproduksi/pembiakan.
            Hingga sekarang spekulasi yang ditemukan para ahli mengenai asal mula kehidupan di bumi, yang pada intinya ada tiga pandangan yang dianut para ahli dewasa ini.
a.       Kelompok yang beranggapan bahwa kehidupan di bumi berasal dari Ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian sulit bahkan tak sapat didiskusikan lebih lanjut karena tidak akan pernah berakhir pada suatu kesimpulan diluar keyakinan. Setiap orang yang beragama dan berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengakui akan kebenaran pandangan ini tanpa perlu bukti-bukti yang menunjang.
b.      Kelompok yang beranggapan bahwa kehidupan di bumi berasal dari benih hidup dari luar bumi. Mereka mendasarkan pandangannya pada hasil penemuan belakangan ini dimana unsur-unsur kimia dan senyawa-senyawa sederhana yang berkaitan dengan organisme banyak terdapat di jagat raya diluar bumi. Demikian juga di dalam meteorit yang jatuh di bumi, orang menemukan adanya senyawa-senyawa organik yaitu senyawa yang jarang dijumpai di alam bebas selain membangun organisme. Sebagai contoh adalah meteorit Chondrite yang jatuh di selatan Australia pada bulan September tahun 1969 ternyata mengandung asam amino yang diketahui merupakan unsur dasar dari kehidupan (Stokes,1973). Para penganut pandangan ini merasa yakin bahwa kehidupan terbawa ke bumi baru mengalami evolusi kimiawi menjadi organisme.
c.       Kelompok yang beranggapan bahwa kehidupan di bumi berasal dari anorganik yang ada di bumi. Pandangan ini juga cukup menarik dan terus disempurnakan para ahli. Dari hasil penelitian biologi dan kimia para ahli sampai pada kesimpulan bahwa pada awal-awal sejarah bumi terjadi suatu evolusi kimiawi dari anorganik menjadi organik. Dalam hal ini pengetahuan tentang keadaan bumi pada awal-awal sejarahnya cukup besar peranannya. Seandainya benar kehidupan di bumi berasal dari evolusi anorganik maka perlu ditelusuri tentang materi apa saja yang membangun organisme, ada tidaknya unsur-unsur tersebut di bumi pada awal-awal sejarahnya, kekuatan apa yang menggabungkan unsur-unsur anorganik secara teratur menjadi zat hidup, sumber energi yagn akan menopong kelangsungan hidup organisme.




DAFTAR PUSTAKA

Ashlach, Arif. 2012. Geologi Umum. (online), (http://arifashlach.blogspot.com/2012/04/geologi-umum.html). Diakses tanggal 24 November 2014.

Buranda, JP. 2010. Geologi Umum. Malang: Laboratorium Universitas Negeri Malang.

Imam. 2011. Stratigrafi & Pengurutan Kejadian. (online), (http://geologist24.blogspot.com/2011/09/statigrafi-pengurutan-kejadian.html). Diakses tanggal 24 November 2014.

_______. 2011. Sejarah Terbentuknya Bumi. (online), (http://geogrfiduniaku.blogspot.com/p/sejarah-terbentuknya-bumi.html). Diakses tanggal 22 November 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar