ANCAMAN GLOBALISASI di ABAD ke-21
BAGI KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT INDONESIA
DITINJAU DARI SEGI SOSIOLOGI
Ahmad Salimudin
Program Studi S1 Pendidikan Geografi, Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas Negeri Malang
Email: salimudin16@gmail.com
Abstrak
Era globalisasi
yang sedang melanda semua negara saat ini, tak terkecuali bangsa Indonesia
memang sangat membawa dampak yang serius bagi kehiduapan sosial budaya
masyarakat. Terlebih bagi negara berkembang seperti Indonesia yang tidak bisa
jauh dari negara maju seperti Amerika ataupun negara-negara Eropa yang lainnya,
pasti arus globalisasi sangatlah terasa. Indonesia sendiri tidak dapat
mengisolasi dirinya dari dunia yang bergerak dengan sangat cepat karena kemajuan
teknologi informasi komunikasi. Tidak hanya terasa pada fisik saja, namun jika
cermati lebih dalam, maka yang tidak sadari akan tetapi penting adalah
kehidupan sosial budayanya. Arus globalisasi yang semakin deras di abad ke-21
sekarang tentu membawa dampak buruk bagi kehidupan sosial budaya suatu negara,
termasuk Indonesia. Tidak terasa bahwa pola kehidupan dan budaya Barat saat ini
telah merajai sebagian besar kehidupan sosial budaya di Indonesia. Mulai dari
makanan, pakaian, kesenian maupun politik. Namun kita tidak menyadari bahwa
aspek terpenting dalam sebuah masyarakat yaitu budaya sedikit demi sedikit
telah terkikis oleh masuknya budaya asing di Indonesia. Proses globalisasi muncul sebagai akibat adanya arus
informasi dan komunikasi yang sering online setiap saat dan dapat di jangkau
dengan biaya yang relative murah. sebagai akibatnya adalah masyarakat dunia
menjadi satu lingkungan yang seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu
sistem pergaulan dan satu sistem budaya yang sama. Karena ketidaksiapan
manusia-manusia tersebut dalam menghadapi perubahan sosial yang terjadi di
lingkungan sekitarnya menimbulkan adanya problema sosial. Permasalahan sosial
tersebut, terutama aspek sosial budaya tentu saja sangat mengkhawatirkan bagi
bangsa Indonesia. Masuknya budaya-budaya Barat yang tidak relevan ditambah
tidak adanya filter dari masyarakat akan semakin menghilangkan jati diri bangsa
Indonesia.
Kata
kunci: perubahan sosial, kebudayaan, globalisasi
LATAR BELAKANG
Masyarakat Indonesia saat ini sangat buruk terutama di era
globalisasi yng kini telah merambah masuk di semua sektor kehiupan bangsa Indonesia,
yang pada akhirnya akan berdampak terhadap budaya berfikir masyarakat Indonesia. Saat ini pola
berfikir masyarakat Indonesia yang cenderung (tidak seluruhnya) telah banyak mengarah pada
budaya-budaya Barat yang notabane cenderung mencontoh pada perilaku yang
negatif. Budaya tersebut tercermin dengan menjadikan budaya Barat sebagai
sebuah patron dari kemajuan peradaban berfikir manusia. Banyak saat ini generasi
muda yang meniru pola kehidupan Barat, dengan berbagai gaya dan perilakunya
yang negatif dalam kehidupan sehari-hari, atau saat ini dikenal dengan sebutan “anak gaul” dimanakan
idedalisme kita saat globalisasi merambah masuk dalam sistem kehidupan kita. Apakah
ini bentuk dari memudarnya pola berfikir generasi muda sebagai penerus bangsa.
Era globalisasi memang tidak selalu membawa dampak yang negatif bagi
kita, namun dalam hal ini menurut saya eksistensi dari globalisasi tersebut
lebih dominan kearah negatif, banyak contoh kasus yang dapat kita temukan,
yaitu maraknya seks bebas dikalangan remaja, yang saat ini dianggap bukan hal yang
tabu lagi, perkembangan pornografi yang dengan kemajuan teknologi yang canggih
banyak dikonsumsi oleh anak dibawah umur dengan bebas dan mudah, tingkat penggunaan obat-obat
terlarang yang sanagt memperhatikan. Kita sebagai negara, dunia menempatkan negara kita sebagai negara ketiga yang menjadi objek pasar dari penjualan obet terlarang internasional.
Masalah-masalah kita sebagai bangsa memang
kompleks, seiring dengan makin berkembangnya dinamika zaman, seperti arus
globalisasi yang mengalir sedemikian deras dan mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan bangsa. Kebudayaan Indonesia yang menjadi identitas etnis atau suku
bangsa yang tadinya dianggap mempunyai batas-batas yang jelaspun kini berubah.
Perubahan ini berkaitan dengan faktor geografis dan nilai-nilai yang dibagi
bersama yang dianggap pengikat sebagai membentuk masyarakat. Fakor geografis
berkaitan dengan wilayah geografis etnis yang tidak lagi terbatasi.
Identitas
adalah ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas dan
membedakan dengan bangsa lain.
[Ubaedillah: 2013]. Dari pengertian di atas tadi, dapat diketahui bahwa
kebudayaan sendiri merupakan salah satu unsur pembentuk identitas nasional
Indonesia. Indonesia memiliki beragam kebudayaan lokal yang membedakan negara
Indonesia dengan negara lain di dunia ini. Aspek
budaya yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur,
yaitu akal budi, peradababan dan pengetahuan. [Ubaedillah: 2013]. Dewasa ini Indonesia berada di tengah era baru, yang dinamakan era
reformasi. Kondisi bangsa kita di era reformasi ini, antara lain ditandai
dengan beberapa fenomena yang mengemuka sebagai tantangan di berbagai bidang,
baik di bidang ekonomi, politik, dan sosial budayanya.
Masalah-masalah
itu semua tidak terlepas dari pengaruh arus globalisasi yang tengah melanda
saat di ini, baik di Indonesia maupun di seluruh penjuru dunia. Arus
globalisasi yang seiring dengan perkembangan teknologi, mengubah wajah dunia.
Sehingga bukan hanya jarak yang terasa dekat, tapi juga sekat-sekat antar
kebudayaan dan peradaban yang semakin tipis pula. Namun persoalannya, terjadi
hegemoni terhadap satu kebudayaan terhadap kebudayaan lainnya. Dengan demikian
terjadi pengikisan terhadap budaya tradisional. Parahnya
kebudayaan kita mengalami Culture Shock dimana terjadi kekacauan budaya dan
konfrontasi budaya. [Munawar: 2010].
Seiring dengan arus globalisasi yang semakin
marak, budaya nasional Indonesia semakin terdesak oleh budaya asing. Hal ini
sangatlah berbahaya bila kita tidak memfilter serta membedakan mana budaya
asing yang dapat diserap dan mana yang tidak. Jika kita melihat kondisi riil
masyarakat Indonesia sekarang ini, ternyata daya serap masyarakat terhadap
budaya global (asing) lebih cepat dibandingkan daya serapnya terhadap budaya
lokal. Ini sangatlah berbahaya, karena budaya adalah suatu identitas dan
kehormatan suatu bangsa. Jika bangsa tersebut sudah meninggalkan budaya
nasionalnya dan lebih melestarikan budaya asing, maka bangsa tersebut dikatakan
suah hilang kepribadian dan identitasnya.
Dari uraian di atas maka penulis memiliki beberapa
tujuan penulisan jurnal ilmiah ini, antara lain adalah memahami teori-teori
globalisasi, kebudayaan dan perubahan sosial, memahami dampak atau pengaruh
globalisasi terhadap keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia, dan memaparkan
kondisi masyarakat Indonesia di era globalisasi saat ini.
METODE
Penyusunan jurnal ilmiah ini menggunakan metode study literature ataupun kajian
teoritik. Dimana dalam kajian teoritik ini memaparkan teori-teori yang
berhubungan dengan judul jurnal yang dibuat. Menurut Soerjono Soekanto (1987)
penelitian sosiologis dapat dikatakan proses pengungakapan kebenaran
berdasarkan penggunaaan konsep-konsep dasar yang dikenal dalam sosiologi. Teori-teori
dan pendapat-pendapat tersebut saya kutip dari beberapa buku rujukan yang semua
tercantum di dalam daftar rujukan yang ada di akhir jurnal. Beberapa pandangan
maupun teori yang ada di dalam jurnal ini berasal dari buku yang telah di alih
bahasakan. Seperti pandangan Paul B. Horton&Chester L. Hunt tentang
perubahan sosial, dimana “Paul B.
Horton&Chester L. Hunt mengemukakan bahwa perubahan sosial
merupakan perubahan dalam segi struktur sosial dan hubungan sosial” pendapat
tersebut terdapat pada buku aslinya yang berjudul SOCIOLOGY, Sixth Edition,
yang telah di alih bahasakan oleh Drs. Aminudin Ram, M.Ed. Selain buku
tersebut, saya juga merujuk buku karangan Prof. Dr. Musa Asy’arie, Soerjono
Soekanto, Drs. D. A. Wila Huky, H.A.R. Tilaar, A. Ubaedillah&Abdul Rozak,
Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc, serta Soetjipto TH. Kutipan-kutipan tersebut
kemudian saya uaraikan satu persatu yang kemudian saya bahas dan saya
komentari.
HASIL
Kenneth N. Waltz berpendapat bahwa kita memandang globalisasi
saling ketergantungan, dan itu saling ketergantungan yang terkait dengan
perdamaian dan kedamaian semakin terbangun dengan adanya demokrasi. Thomas L. Friedman mengemukakan bahwa globalisasi memiliki dimensi
ideologi dan teknologi. Dimensi teknologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas,
sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan
dunia. Princenton
N. Lyman mengemukakan pengertian
globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas saling ketergantungan dan
hubungan antara negara-negara didunia dalam hal perdagangan dan keuangan. [Putri Aulia
Netra: 2012]
Malcom
Waters
mengemukakan globalisasi adalah sebuah
proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial
budaya menjadi kurang penting, yang terjelma didalam kesadaran orang. Emanuel Ritcher mengemukakan globalisasi adalah jaringan kerja
global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar
dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia. [Putri Aulia
Netra: 2012]
Lucian
W. Pye, 1966 mengartikan globalisasi sebagai sebuah gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi
budaya dunia atau world culture)
telah terlihat semenjak lama. Menurut Scholte globalisasi
diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini
masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun
menjadi semakin tergantung satu sama lain. Menurut Steger globalisasi adalah kondisi sosial yang ditandai
dengan adanya interkoneksi ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan global dan
arus yang membuat banyak dari perbatasan saat ini sudah ada dan batas-batas
tidak relevan. [Putri Aulia Netra: 2012]
Menurut Achmad Suparman globalisasi
adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Menurut Joseph Stiglitz globalisasi adalah integrasi lebih dekat dari negara
dan penduduk dunia, dibawa oleh pengurangan besar biaya transportasi dan
komunikasi, dan dipatahkannya rintangan buatan untuk arus barang,jasa, modal,
pengetahuan, dan orang di seluruh perbatasan. [Putri Aulia Netra: 2012]
Tylor menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan kebulatan
yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, tradisi dan
semua kemampuan yang dibutuhkan manusia sebagai anggota masyarakat. [Prof. Dr.
Musa Asy’arie: 2002].
Coon merumusakan kebudayaan sebagai jumlah menyeluruh
dari cara dan kebiasaan-kebiasaan manusia di wilayahnya, yang dialihkan dan
diwasriskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses belajar.
[Huky: 1986]
Linton melihat kebudayaan sebagai suatu kelompok yang
tersusun secara teratur dari ciri-ciri tanggapan yang dipelajari dari
masyarakat utama. [Huky: 1986].
Culture menurut Mac Iver adalah ekpresi dari jiwa yang terwujud dalam cara-cara
hidup dan berpikir, pergaulan hidup, sesni kesusastraan, agama dan
hiburan.[Soekanto: 1975].
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami
oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem
sosial, di mana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela akan
dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan,
budaya, dan sistem-sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau
menggunakan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem-sistem sosial yang baru.
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek berikut, yaitu:
perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan perubahan
budaya materi.
Menurut para ahli, perubahan sosial memiliki definisi
sebagai berikut. [Syafi’i: 2013].
1.
Kingsley Davis mengatakan bahwa Perubahan sosial merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
2.
Mac Iver mengatakan
bahwa Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan
sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial.
3.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa Perubahan sosial adalah
perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial
yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material
terhadap unsur-unsur immaterial.
4.
Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial
sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru (inovasi)
dalam masyarakat.
5.
Selo Soemardjan mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan
segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk di dalamnya, nila-nilai,
sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan
pada definisi tersebut terletak pada lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan
pokok manusia, perubahan-perubahan mana yang kemudian mempengaruhi segi
struktur masyarakat lainnya.
6.
Paul B. Horton&Chester L.
Hunt mengemukakan bahwa perubahan sosial merupakan
perubahan dalam segi struktur sosial dan hubungan sosial. [Paul B.
Horton&Chester L. Hunt].
Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial
dalam suatu masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan
luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain
bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam
masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab
dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan, pengaruh
kebudayaan masyarakat lain. [Syafi’i: 2013].
BAHASAN
Serangan globalisasi terhadap budaya nasional
sudah sangat gencar. Serangan budaya asing melalui film, musik, produk, mode,
hingga game mengenai hampir semua kalangan masyarakat. Suka tidak suka, mau
tidak mau, sadar tidak sadar, serangan budaya asing terhadap budaya nasional
ini akan berimbas tidak hanya kepada eksistensi sebuah budaya, tapi juga kepada
eksistensi sebuah bangsa. Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beragam
menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta
mewarisi kepada generasi selanjutnya. Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat [Soetjipto. TH: 1997]. Budaya lokal (nasional)
sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta
memiliki keunikan tersendiri.
Seiring berkembangnya zaman, apalagi dengan
pengaruh globalisasi masa kini, menimbulkan pola hidup masyarakat yang lebih modern.
Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih
praktis dibandingkan dengan budaya nasional. Situasi kebatinan bangsa Indonesia
akhir-akhir ini sangat memprihatinkan, kita melihat adanya degradasi
nilai-nilai kebudayaan lokal. “Kebudayaan
lokal yang kita miliki nyaris hilang tergilas perkembangan zaman dan arus
globalisasi. Degradasi nilai-nilai kebudayaan lokal yang melanda Indonesia
secara tidak sadari merupakan upaya asing untuk melemahkan bangsa Indonsia
dengan mengganti budaya dan etika kearian lokal dengan nilai-nilai Barat yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.” [Wardhi Pandapotan Rambe dan
Hartanto: 2012].
Di masa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya
kita yang mulai menghilang sedikit demi sedikit. Hal ini sangatlah berkaitang
dengan arus globalisasi yang tengah melanda negeri kita. Budaya lokal adalah
identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga
keasliannya maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai dengan
kepribadian negara, karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari
negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negaranya.
Begitupun H.A.R Tilaar mengemukakan bahwa
pentingnya dilakukan politik kebudayaan yang afirmatif supaya kebudayaan
nasional tidak tergerus oleh arus kebudayaan global. “Di dalam perubahan kebudayaan dunia dewasa ini di tengah-tengah
pusaran arus globalisasi perlu segera dirumuskan dan dilaksanakan politik
kebudayaan yang afirmatif agar supaya kebudayaan nasional Indonesia tidak
dirongrong oleh kebudayaan global yang dapat mematikan kebudayaan nasional
terutama pada generasi muda.” [H.A.R. Tilaar: 2007].
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk dalam berbagai hal, seperti aneka ragam budaya, lingkungan alam dan
wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan
pula dalam berbagai ekpresi keseniannya. Arus globalisasi saat ini teah
menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya
arus globalisasi mengakibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan dan
menguatkan budaya negeri sendiri.
Salah satu hasil dari globalisasi adalah
modernisasi. Budaya-budaya daerah di Indonesia
secara umum memelihara prinsip hubungan sosial yang sangat diwarnai oleh ikatan
sosial, kolektifitas, solidaritas sosial yang sangat tinggi di antara
anggotanya. Dalam pola hidup masyarakat Indonesia kolektifitas dan komunalisme
itu dapat dilihat dalam berbagai macam bentuk kegiatan sosial, misalnya
tercermin dalam tradisi – tradisi sosial, gotong royong, upacara - upacara
sosial keagamaan, dan ekspresi kesenian yang sangat beraneka ragam.
Modernisasi merupakan proses masuknya suatu
kebudayaan baru yang datang dari luar, terutama dari negara industri, yaitu
budaya modern yang dibawa oleh proses globalisasi. Globalisasi pada prinsipnya
membawa aspek budaya modernitas yang menjunjung tinggi prinsip rasionalitas,
pemuasan hidup material, dan individualisasi. Prinsip demikian itu ketika masuk
kedalam sub budaya masyarakat Indonesia akan bertemu dengan prinsip
kolektifitas dan komunalisme tersebut. Hubungan pengaruh mempengaruhi antara
budaya modernitas dan budaya-budaya lokal di Indonesia tidak bisa dihindari.
Sebagai contoh, kita dapat melihat pengaruh televisi
terhadap tradisi sosial masyarakat Indonesia yang telah menyebabkan huubungan
sosial yang kompak di pedesaan menjadi terganggu. Seluruh anggota keluarga
pedesaan sekarang berkumpul bersama menonton televisi bersama. Mereka menyerap
budaya global modernitas yang ditunjkkan dalam gaya hidup dan perilaku pada
film-film dari industri negara maju. Contoh lain dari kehancuran adat istiadat
dan tradisi budaya daerah adalah dalam kegiatan pariwisata. Kegiatan pariwisata
dapat disebut sebagai pintu masuknya budaya global modernitas, karena kegiatan
pariwisata membawa masuk turis asing kedalam masyarakat Indonesia. Turis asing
yang datang dari negara maju umumnya membawa budaya-budaya asing masuk kedalam
komunitas budaya lokal di Indonesia. Dengan semakin banyaknya turis asing di
Indonesia, berarti terjadi kontak-kontak budaya yang semakin intensif antara
budaya global modernitas dan budaya-budaya daerah.
Semua itu merupakan bentuk dari pengaruh globalisasi terhadap
perubahan-perubahan budaya daerah di Indonesia. Kita dapat menemukan pengaruh
semacam itu bukan hanya di dalam kegiatan pariwisata atau media massa tetapi
juga dapat kita temui di banyak aspek globalisasi seperti proses globalisasi
ekonomi, kapitalisme, individualisasi dan rasionalisasi hubungan-hubungan
sosial produksi di dalam masyarakat.
Kondisi itu memunculkan
permasalahan pada melunturnya warisan budaya. Bukti nyata kelunturan warisan budaya itu antara lain dapat disaksikan pada gaya
berpakaian, gaya bahasa, dan teknologi informasi. Rok mini dipandang lebih indah
daripada pakaian rapat. Bahasa daerah, bahkan bahasa nasional, tergeser
oleh bahasa asing. Di berbagai kesempatan seringkali terlihat masyarakat lebih senang menggunakan bahasa Inggris karena dipandang lebih modern. Pola konsumsi masyarakat juga beralih pada makanan-makanan cepat saji (fastfood)
yang bisa didapatkan di restoran. Pizza, spaghetti,
hamburger, fried chicken dianggap lebih menarik daripada makanan lokal. Aneka makanan itu menawarkan kepraktisan. Masyarakat menilai
globalisasi telah mendorong terciptanya kecepatan, efisiensi, efektivitas yang
bermuara pada kepraktisan dalam segala hal. Tidak hanya dalam makanan, budaya
asing yang mengglobal juga menawarkan kepraktisan dalam berpakaian dengan cukup
mengenakan kemeja, kaos, celana dan rok. Sebaliknya, budaya lokal dinilai terlalu rumit. Dalam kebudayaan asli Jawa, masyarakat dianjurkan memakai
beskap dan kebaya yang cara pemakaiannya memakan waktu lama.
Dapat kita rasakan globalisasi telah membuat masyarakat dunia
termasuk bangsa Indonesia ini harus menerima kenyataan bahwa kebudayaan asing
akan masuk dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan bangsa terutama aspek
kebudayaan. Sehubungan dengan kebudayaan, kebudayaan sendiri menurut
Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan atau ide, tindakan dan
hasil karya manusia yang didapat melalui proses belajar. Dengan kata lain hal
ini menyangkut tingkah laku manusia yang pada dasarnya dipengaruhi oleh apa
yang ada dalam alam pikiran manusia. Salah satu hasil pemikiran manusia yaitu
berupa kesenian yang merupakan subsistem dari kebudayaan. Bagi bangsa Indonesia
ini, kebudayaan menjadi satu wujud jati diri yang seharusnya diberi proteksi
dari pengaruh asing demi menjaga keberlangsungan bangsa. Ditambah kenyataan
bahwa bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang beraneka macam, termasuk
kesenian itu sendiri.
Dewasa ini nampak jelas kesenian rakyat menjadi satu aspek yang
sangat terpengaruh masuknya globalisasi. Cepatnya perkembangan globalisasi
dalam kebudayaan dipengaruhi adanya akses yang mudah dalam memperoleh informasi
global. Namun kenyataannya hal tersebut justru menjadi senjata makan tuan bagi bangsa
Indonesia dan menjadi masalah yang krusial, karena perkembangan teknologi
informasi justru dikuasai oleh negara maju, bukan negara berkembang seperti
Indonesia. Dampaknya negara berkembang seperti Indonesia menjadi
tertinggal dalam perkembangan globalisasi di bidang politik, ekonomi, sosial
dan budaya. Kemudian juga karena perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi
dikuasai oleh bangsa barat, maka muncul anggapan apa yang datang dari barat
dianggap sesuatu yang lebih modern dan global. Komunikasi serta
transportasi global telah menghilangkan batas-batas budaya antar bangsa.
Kebudayaan bangsa cenderung pada arah globalisasi dan menjadikan peradaban
global yang melibatkan manusia secara menyeluruh. Bahkan jika mau menarik sudut
pandang yang lebih berani, bisa dikatakan globalisasi merupakan bentuk baru
dari upaya penguasaan negeri barat dalam bentuk yang lebih luas dan modern
setelah imperialism juga kapitalisme. Hingga suatu saat mungkin tujuan bangsa
barat lewat globalisasi adalah membuat setiap bangsa non barat kesulitan
mencari jati dirinya yang telah hilang tergerus arus globalisasi. Dimana letak
jati diri sebuah bangsa yang paling penting adalah dalam kebudayaan lokalnya,
terutama Indonesia yang berkebudayaan heterogen ini.
Adanya proses saling mempengaruhi merupakan fenomena alami yang
terjadi dalam interaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan dipengaruhi
juga mempengaruhi sangat berperan dalam menhadapi perkembangan dunia yang
selalu saja mengalami perubahan ini. Perkembangan dunia yang bergitu cepat
dewasa ini, membuat perbedaan yang jauh antar generasi walau hanya selang antara
satu atau dua generasi. Namun jika kita mau teliti lebih jauh, perubahan
seperti ini di negara maju sebenarnya berlangsung lama. Pada hakekatnya bangsa
Indonesia juga bangsa berkembang lain mengalami perubahan karena dipengaruhi
pengaruh asing yang didapat melalui interaksi. Inilah yang terjadi dalam proses
globalisasi. Bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang mejemuk dalam hal
sosial, budaya, juga geografisnya.
Namun seiring jalannya perkembangan globalisasi, ditambah
perubahan dunia kearah liberalisme, keberadaan kebudayaan dalam masyarakat yang
majemuk ini sangat mungkin bahkan pasti untuk dipengaruhi budaya global.
Terutama dalam masyarakat lokal yang awalnya lebih cenderung tertutup, juga terkotak-kotak,
serta memiliki ciri khas masing-masing, sekarang berubah menjadi terbuka dan
berkembang kearah homogen serta ciri khas suatu masyarakat lokal berganti
dengan cirri-ciri masyarakat global. Globalisasi telah menghilangkan
batas-batas budaya antar bangsa yang menjadi jati diri masing-masing bangsa. Globalisasi
lewat sarana komunikasi lebih sering menunjukkan kebudayaan global dari barat,
missal lewat siaran TV juga layanan internet. Dan nyatanya memang muara
keberadaan sarana itu berasal dari barat, sehingga bisa dikatakan yang punya
kendali atas perkembangan globalisasi ini adalah mereka bangsa-bangsa maju, dalam
hal ini adalah bangsa barat.
Fakta demikian ini member bukti bahwa betapa pentingnya peran bangsa
maju dalam perkembangan peradaban manusia, terutama dalam bidang kebudayaaan.
Dan mau tidak mau globalisasi telah merambah kesenian lokal asli kita saat ini.
Padahal keberadaan kebudayaan asli kita merupakan salah satu jati diri
bangsa yang perlu dijaga dan dilestarikan. Namun disisi lain tidak bisa kita
cegah keberadaan sarana komunikasi yang membawa arus globalisasi, telah
menyuguhkan tawaran kebudayaan yang mungkin lebih menarik ketimbang kebudayaan
lokal asli kita. Indonesia yang dulu sarat dengan pemikiran primitif yang unik,
dengan datangnya globalisasi telah menggeser bahkan menyingkirkan kebudayaan
lokal dan berganti dengan kebudayaan global dari kebudayaan bangsa yang
berkuasa atas sarana perkembangan globalisasi.
Kebudayaan lokal yang awalnya kental dengan ritual mulai
ditinggalkan dan hilang. Pesatnya laju teknologi informasi dan teknologi menjadikan
globalisasi menjad saran yang ampuh bagi difusi budaya, sekaligus member
alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam juga lebih menarik bagi
masyarakat. Akibatnya dewasa ini masyarakat tidak tertarik lagi dengan budaya
lokal yang sebelumnya akrab dengan mereka. Misalnya saja pertunjukan layar
tancep, yang kini berganti dengan bioskop-bioskop yang lebih menarik dan
berkualitas. Juga kesenian wayang kulit yang syarat dengan kisah-kisah
spiritual juga berisi pesan-pesan moral sekarang sedang sekarat tergantikan
acara TV yang menarik bisa jadi fenomena demikian tidak hanya terjadi di
Indonesia saja, melainkan dalam kebudayaan lokal di tempat lain. Sekalipun
begitu bukan berarti semua kebudayaan lokal mati begitu saja dengan meluasnya
globalisasi.
KESIMPULAN
Secara umum globalisasi adalah sebuah gambaran
tetang semakin ketergantungan di antara sesama masyarakat dunia baik budaya
maupun ekonomi. [Ubaedillah: 2013]. Globalisasi
merupakan satu proses di dalam peradaban manusia yang berkembang terus menerus
dalam masyarakat. Perkembangan pemikiran manusia di bidang ilmu pengetahuan
membuat laju globalisasi semakin cepat. Adanya globalisasi tidak hanya
menimbulkan modernisasi peradaban manusia, melainkan juga menciptakan berbagai
permasalahan yang harus diselesaikan demi memanfaatkan globalisasi bagi
kehidupan manusia.
Perubahan sosial adalah proses sosial yang
dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan
sistem-sistem sosial, di mana semua tingkat kehidupan masyarakat secara
sukarela akan dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola
kehidupan, budaya, dan sistem-sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri
atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem-sistem sosial yang
baru.
Perubahan sosial merupakan suatu gejala yang akan
selalu ada dalam masyarakat, karena masyarakat selalu berubah dalam aspek
terkecil sekalipun. Perubahan sosial maupun perubahan budaya sebenarnya dua
konsep yang berbeda tetapi saling berkaitan satu sama lain, di mana perubahan
sosial mengacu pada perubahan struktur sosial dan hubungan sosial di masyarakat
sedangkan perubahan budaya mengacu pada perubahan segi budaya di masyarakat. Terdapat berbagai teori yang
dapat menjelaskan fenomena perubahan sosial di masyarakat. Tetapi semua teori
itu sebenarnya saling mengisi satu sama lain, merupakan perbaikan ataupun juga
memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami fenomena perubahan sosial.
Globalisasi sekarang ini telah mempengaruhi perkembangan kebudayaan
bangsa. Cepatnya arus informasi dan telekomunikasi menciptakan satu
kecenderungan yang memudarkan kebudayaan asli. Kemajuan di bidang transportasi,
telekomunikasi, juga teknologi mengurangi semangat untuk melestarikan
kebudayaan lokal. Dulu kita akrab dengan
gotong royong, dan sekarang berganti dengan budaya barat, dan konkritnya adalah
remaja sekarang yang cenderung mengarah ke pergaulan bebas. Ironis memang, namun itulah kenyataanya
sekarang. Sekalipun begitu bukan berarti semua
kebudayaan lokal mati begitu saja dengan meluasnya globalisasi. Mengakhiri jurnal ini ada sebuah kutipan dari I
Ketut Ardhana “....dapat dikatakan bahwa
kemunculan nilai-nilai budaya lokal itu dapat diharapkan apabila masih ada
tradisi kebudayaan sendiri yang mungkin masih dapat dihidupkan kembali.......”.
DAFTAR RUJUKAN
Asy’arie, Musa. 2002. Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa
Kekerasan (Saifuddin Zuhri, Ed). Yogyakarta: LESFI.
Budihardjo, Eko dkk. 2014. Mozaik Budaya. Bandung: PT. Alumni.
Horton, Paul. B & Chester L.
Hunt. Tanpa Tahun. Sociology: Sixth
Edition (Herman Sinaga, Ed). Terjemahan Amirudin Ram. 1999. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Huky, D.A Wila. 1986. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha
Nasional.
Munawar, Andi Rahmat. 2010. Peran Pendidikan dalam Melestarikan Budaya:
Mencari Titik Temu Antara Aspek Pendidikan, Pelestarian Budaya dalam Menghadapi
Era Global. Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan, Watampone, 8
Agustus 2010. Dalam Diskusi Lepas database, (online). (http://www.diskusilepas.com/2010/09/peran-pendidikan-dalam-melestarikan.html?m=1),
diakses 13 April 2015.
Netra, Putri Aulia. 2012. Dampak Gobaisasi Terhadap Pandangan Hidup
Generasi Muda, (online), (http://putriaulianetra.blogspot.com/2012/12/makaah-dampak-globalisasi-terhadap.html?m=1),
diakses 13 April 2015.
Rambe, Warhi Pandapotan &
Hartanto. 2012. Revitalisasi Kebudayaan,
(online), (http://www.edisicetak.joglosemar.co/berita/revitalisasi-kebudayaan-110087.html),
diakses 13 April 2015.
Sinaga, Arman Bemby. 2012. Bangkitkan Budaya Bangsa Melalui Sekolah,
(online), (http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/arsip/read/2012/05/22/81407/bangkitkan-budaya-bangsa-melalui-sekolah/),
diakses 13 April 2015.
Soekanto, Soerjono. 1975. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Soekanto, Soejnono. 1987. Sosiologi Sebagai Pengantar. Jakarta:
Rajawali.
Soetjipto TH. 1997. Geografi Kebudayaan. Malang: IKIP
Malang.
Syafi’i, Imam. 2013. Globalisasi Penyebab Perubahan Sosial,
(online), (http://imamsyafe.blogspot.com/2013/01/globalisasi-penyebab-perubahan-sosial.html),
diakses 13 April 2015.
Suanartha, I Komang. Edisi IV/2008.
Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Perilaku Masyarakat. Sinar Agung.
Tanoto, Bagas. 2014. Definisi Globalisasi Menurut Sudut Pandang
Sosiologi, (online), (http://bagastanoto12ips-sosiologi.blogspot.com/?m=1),
diakses 13 April 2015.
Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa
Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ubaedillah, A&Abdul Rozak. 2013.
Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group bekerja sama dengan ICCE UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
_______. 2004. Kesadaran Kolektif
Lokal dan Identitas Nasional Dalam Proses Globalisasi. Dalam I Wayan Ardika & Darma Putra (Eds), Politik Kebudayaan dan Identitas Etnik
(hlm. 91-93). Fakultas Sastra Universitas Udayana: Balimangsi Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar